hello

hello

Senin, 08 April 2013

REVIEW JURNAL ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI 4


REVIEW 4
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG MENDERITA
KERUGIAN DALAM TRANSAKSI PROPERTI
MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
(Studi Pada Pengembang Perumahan PT. Fajar Bangun Raharja Surakarta)
Oleh:
Harjono

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Peraturan Perundang-undangan yang dapat dijadikan landasan hukum oleh konsumen perumahan yang menderita kerugian, untuk menuntut tanggungjawab perdata pengembang perumahan, sebagai upaya memperoleh perlindungan hukum yaitu Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 juncto Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum, Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB) atau Het Herziene Inlandsche Reglement(HIR) Stb. 1941- 44, dan Pasal 45 UUPK, peraturan ini dapat dijadikan dasar hukum untuk mengajukan gugatan perdata kepada pelaku usaha di Pengadilan Negeri. Apabila gugatan perdata itu tidak dilakukan oleh perorangan, melainkan oleh sekelompok konsumen ataupun lembaga swadaya maasyarakat, maka ketentuan hukum yang digunakan yaitu Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (class action). Landasan hokum lain yang dapat dijadikan dasar hukum untuk menuntut tanggungjawab perdata pelaku usaha adalah Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian sengketa dan Pasal 45 ayat (2) juncto Pasal 47 UUPK. Ketentuan ini memberikan kemungkinan bagi penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Selanjutnya penyelesaian sengketa konsumen dapat pula dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagaimana diatur di dalam Pasal 49 sampai dengan 58 UUPK.
Tanggungjawab perdata pengembang perumahan PT. Fajar Bangun Raharja (PT. FBR) telah dilaksanakan sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen. Dari hasil wawancara dengan Bapak M Suryanto, bagian pelayanan dan pengaduan konsumen PT. FBR, diketahui bahwa terdapat kira-kira sejumlah 200-an konsumen yang pernah mengajukan klaim. Klaim yang diajukan menyangkut kualitas bangunan, kerusakan ringan sebelum ditempati, fasilitas perumahan. Pihak PT. FBR ternyata memenuhi semua kliam dari konsumen tersebut, karena disamping klaim itu dilakukan dalam tenggang waktu yang diberikan, yaitu 100 hari setelah akad kredit, juga karena kesadaran pihak PT. FBR bahwa kerugian/kerusakan semacam itu menjadi tanggungjawabnya untuk mengganti ( Hasil wawancara dengan Bp. M Suryanto, Kamis, tgl. 23 September 2004 ).
Seorang konsumen penghuni perumahan Josroyo Indah, salah satu perumahan yang dibangun PT. FBR, menuturkan bahwa ia pernah mengajukan klaim ke PT. FBR karena sebagian besar rumah yang dibelinya secara kredit telah rusak sebelum dihuni ( genteng banyak yang pecah, slot pintu hilang, instalasi listrik hilang, kaca jendela ada yang pecah ), namun setelah ia menghubungi pihak pengembang, dalam jangka waktu satu minggu ( 7 hari ) telah dilakukan perbaikan oleh PT. FBR. ( Hasil wawancara dengan bapak Hadiyanto, tanggal 11 September 2004 ) . Dari hasil penelitian juga diketahui, bahwa tidak ada satupun klaim yang diajukan diteruskan sampai ke Pengadilan Negeri. Tanggungjawab yang ditunjukkan oleh PT. FBR ini memang sejalan dengan ketentuan Pasal 19 UUPK, yang pada pokoknya menegaskan bahwa pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan / kerugian konsumen, dan ganti rugi itu dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang yang serupa atau senilai harganya.
Menurut UUPK prosedur hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen yang menderita kerugian, untuk menuntut pertanggungjawaban perdata kepada pengembang perumahan adalah dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri. Gugatan yang diajukan didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang perbuatan melawan hukum. Di samping itu dapat juga dilakukan gugatan secara class action apabila diajukan oleh sekelompok konsumen ataupun oleh lembaga swadaya masyarakat. Gugatan secara class action juga daijukan kepada Pengadilan Negeri. Sebenarnya undang-undang (Pasal 49 UUPK) mengatur soal penyelesaian sengketa konsumen yang dilakukan oleh suatu lembaga yang disebut Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK ), namun untuk wilayah kota Surakarta, badan semacam itu belum terbentuk.

Kesimpulan

Peraturan Perundang-undangan yang dapat dijadikan landasan hukum oleh konsumen perumahan yang menderita kerugian, untuk menuntut tanggungjawab perdata pengembang perumahan, sebagai upaya memperoleh perlindungan hukum yakni UUPK, HIR, UU No. 2 Tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004, PERMA No. 1 Tahun 2002, UU No. 30 Tahun 1999. Tanggungjawab perdata pelaku usaha pengembang perumahan PT. Fajar Bangun Raharja telah dilaksanakan sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen. Prosedur hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen yang menderita kerugian, untuk menuntut pertanggungjawaban perdata kepada pengembang perumahan yaitu dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan negeri, atau gugatan class action, ataupun melalui BPSK.

Saran

Agar hak dan kewajiban konsumen maupun hak dan kewajiban pelaku usaha mendapatkan perlindungan secara wajar, perlu kiranya upaya terus-menerus untuk melakukan sosialisasi Undang-undang Perlindungan Konsumen. Dengan semakin banyaknya kasus mengenai konsumen yang terjadi, dan agar kepentingan konsumen secara umum mendapatkan perlindungan yang memadai, kiranya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen khususnya untuk wilayah kota Surakarta, segera dapat dibentuk.

DAFTAR PUSTAKA

A.Z. Nasution . 1990. “Sekilas Hukum Perlindungan Konsumen “. Hukum dan Pembangunan. Nomor 6
Tahun XVIII. Desember 1990. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 
—————————. 1999. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta : Daya Widya.
Gunawan Widjaya. 2000. Hukum tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Hady Evianto. 1999. “Hukum Perlindungan Konsumen Bukanlah Sekedar Keinginan Melainkan Suatu Kebutuhan”. Hukum dan Pembangunan. Nomor 6 Tahun XVIII. Desember 1990. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Husni Syawali. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung : Mandar Maju.
Johannes Gunawan. “ Tanggungjawab Pelaku Usaha Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen” Jurnal Hukum Bisnis. Volume 8 Tahun 1999. Jakarta : Yayasan
Pengembangan Hukum Bisnis.
Mariam Darus Badrulzaman. 1986. Perlindungan Konsumen Dilihat Dari Sudut Perjanjian Baku (Standar). Jakarta : Binacipta.
Mariana Sutadi. 1999. Tanggungjawab Pengusaha Dalam Hal Terjadi Kecelakaan Lalu Lintas. Yogyakarta : Kiberty.


Nama               : Afriyanti Rimayu 
NMP/Kelas      : 20211289/2EB09
Tahun               : 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar