PENGERTIAN
Etika berasal dari kata
Yunani “Ethos” yang berarti adat istiadat. Etika berkaitan dengan kebiasaan
hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat. Etika
bisnis adalah perilaku etis atau tidak etis yang dilakukan oleh pimpinan,
manajer, karyawan, agen, atau perwakilan suatu perusahaan.
Faktor yang
mempengaruhi Perilaku Etika
Terdapat 3 faktor utama, yaitu :
- Perbedaan Budaya, Perilaku bisnis orang Indonesia tentu saja berbeda dengan Negara lain. Hal yang sama, daerah atau kota tertentu berbeda perilaku bisnisnya dengan daerah lain.
- Pengetahuan, Semakin banyak hal yang diketahui dan semakin baik seseorang memahami suatu situasi, semakin baik pula kesempatannya dalam membuat keputusan-keputusan yang etis. Ketidaktahuan bukanlah alasan yang dapat diterima dalam pandangan hukum, termasuk masalah etika.
- Perilaku Organisasi, Dasar etika bisnis adalah bersifat kesadaran etis dan meliputi standar-standar perilaku. Banyak organisasi menyadari betul perlunya menetapkan peraturan-peraturan perusahaan terkait perilaku dan menyediakan tenaga pelatih untuk memperkenalkan dan memberi pemahaman tentang permasalahan etika.
Di dalam sebuah bisnis Mungkin ada sebagian masyarakat
yang belum mengenali apa itu etika dalam berbisnis. Bisa jadi masyarakat
beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu menggunakan etika, karena urusan etika
hanya berlaku di masyarakat yang memiliki kultur budaya yang kuat. Ataupun
etika hanya menjadi wilayah pribadi seseorang. Tetapi pada kenyataannya etika
tetap saja masih berlaku dan banyak diterapkan di masyarakat itu sendiri. Perusahaan
juga sebuah organisasi yang memiliki struktur yang cukup jelas dalam
pengelolaannya. Ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang
terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan
terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen
ataupun personal dalam setiap team maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan
sekitar. Untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan,
demi kepentingan perusahaan itu sendiri Oleh karena itu kewajiban perusahaan
adalah mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
Dua pandangan tanggung jawab sosial :
- Pandangan klasik : tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah memaksimalkan laba (profit oriented). Pada pandangan ini manajer mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan terbesar pemilik saham karena kepentingan pemilik saham adalah tujuan utama perusahaan.
- Pandangan sosial ekonomi : bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan sekedar menghasilkan laba, tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Pada pandangan ini berpendapat bahwa perusahaan bukan intitas independent yang bertanggung jawab hanya terhadap pemegang saham, tetapi juga terhadap masyarakat.
Kepedulian pelaku
bisnis terhadap Etika
Suatu perusahaan dalam berbisnis tidak hanya bermaksud
memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen. Namun mampu menyediakan sarana-sarana
yang dapat menarik minat dan perilaku membeli konsumen. Para pelaku bisnis
secara umum memiliki kepedulian terhadap masyarakat. Perusahaan memiliki maksud
dan tujuan bisnis yang sangat terkait erat dengan faktor-faktor berikut :
- Pemenuhan kebutuhan
- Keuntungan usaha
- Pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan
- Mengatasi berbagai resiko
- Tanggungjawab social
Perkembangan dalam
etika bisnis
Di akui bahwa sepanjang sejarah kegiatan perdagangan atau
bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis
dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam
bisnis, mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan contoh-contoh
kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis. Namun denikian bila menyimak
etika bisnis sperti dikaji dan dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa
terdapat fenomena baru dimana etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan
intensif sampai menjadi status sebagai bidang kajian ilmiah yang berdiri
sendiri.
Masa etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun
1990-an, etika bisnis telah menjadi fenomena global dan telah bersifat
nasional, internasional dan global seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis
telah hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di
Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of moralogy
pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh
manajemen center of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian
institute of manajemen di Kalkutta tahun 1992. Di indonesia sendiri pada
beberape perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan
mata kuliah etika isnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang
melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan
pengembangan etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di jakarta.
Etika Bisnis dan Akuntansi
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat
atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan
mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan
bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan
dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi
dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung
jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder.
Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat
merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan
bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Contoh kasus hak
pekerja
Lima pekerja di salah
satu perusahaan transportasi di Pasuruan diberhentikan/ di-PHK karena bergabung
di Serikat Pekerja. Di Perusahaan PO.X ini memiliki beberapa divisi, yaitu
divisi bengkel dan divisi kru bis. Serikat Pekerja divisi bengkel telah
berhasil menuntut hak mereka yaitu mengenai upah, upah yang diberikan
sebelumnya Rp. 25.000/hari padahal seharusnya Upah Minimum Kabupaten sebesar
Rp. 40.000/hari serta biaya Jamsostek yang 100% dibebankan kepada pekerja. Dan
sekarang divisi bengkel telah menikmati upah yang sesuai dengan UMK dan
menerima Jamsostek yang dibayarkan oleh perusahaan.
Melihat kesuksesan
divisi bengkel dengan menuntut hak kerjanya, kru divisi bis tertarik untuk
bergabung dengan Serikat Pekerja. Dan setelah kru divisi bergabung mereka
banyak mengalami pelanggaran hak-hak pekerja, dengan pembagian upah yang
menganut sistem bagi hasil. Perhitungannya sistem bagi hasil tersebut adalah :
Supir : 14% dari
pendapatan bersih per hari
Kondektur : 8% dari
pendapatan bersih per hari
Kenek : 6% dari
pendapatan bersih per hari
Apabila pekerja tidak
masuk kerja akan dikenakan denda sebanyak Rp. 500.000/hari kecuali tidak masuk
kerja karena sakit. THR pun tidak pernah diberikan kepada pekerja.selain itu
juga tidak diberikannya fasilitas jamsostek, sehingga apabila terjadi
kecelakaan kerja (kecelakaan bus), pekerja harus menanggung sendiri biayanya.
Akan tetapi, perjuangan
divisi kru bis lebih berat dibanding divisi bengkel karena perusahaan sudah
semakin pintar dalam berkelit. Mereka tidak mempunyai Perjanjian Kerja Bersama
(PKB), semua perintah dan peraturan dikemukakan secara lisan sehingga tidak
memiliki bukti tertulis yang bisa dijadikan senjata untuk melawan perusahaan
seperti halnya yang dilakukan pekerja di divisi bengkel sebelumnya.
Kasus tersebut telah
dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja setempat, diputuskanlah bahwa kelima orang
pekerja tersebut akan mendapat pesangon dan kasusnya akan dibawa ke Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI).
Sumber: