ANAK JALANAN JUGA INGIN PINTAR
Di bawah panasnya terik matahari, aku mengendarai
motor di tengah keramaian kota Depok. Aku terus melaju sambil mengendarai
motorku kearah tujuan kampus Universitas Gunadarma tempat aku kuliah yang
berada di Depok. Setiap hari kecuali hari minggu, aku selalu melewati kota Depok
dari Jakarta tempat aku tinggal. Walaupun panas-panas aku tetap semangat untuk
berangkat kuliah demi menimba ilmu dan sudah menjadi kewajibanku sebagai Mahasiswa.
Pada waktunya istirahat tiba, seperti biasa aku dan teman-teman beristirahat
dan kami memilih untuk pergi makan dan sholat. Dan pada saat makan, Seketika saat
aku sedang mengunyah makanan yang aku makan kemudian berhenti dan datanglah
para pengamen dan pengemis berdatangan ke setiap rumah makan termasuk rumah
makan yang aku kunjungi saat itu. Demi kenyamanan saat makan dan tidak ingin
merasa terganggu, aku langsung bergegas membuka tas dan mengambil uang receh
senilai seribu rupiah, lalu aku berikan kepada pengamen tersebut. Tidak lama
kemudian aku telah selesai makan dan lanjut pergi ke Masjid untuk sholat,
setelah itu kami kembali ke kelas untuk melanjutkan perkuliahan jam selanjutnya.
Waktu pun berlalu, aku pun pulang. Ketika
sedang mengedarai motor menuju arah pulang, aku melihat ada sekumpulan para
anak jalanan yang sedang berkelahi memperebutkan baju-baju bekas dan sekardus
buku bekas yang diberikan oleh seorang Ibu-Ibu. Lalu aku berhenti dan
menghampiri mereka. “ mengapa kalian berkelahi?”,
tanyaku singkat. “Dia ingin mengambil baju yang telah ku pilih sebelumnya, kak”
sahut seorang anak. “ kalian sekolah?” lanjutku. “tidak kak”. “mengapa?”. “kami
tidak mempunyai uang untuk membeli buku dan peralatan sekolah kak”. “kalian
bisa baca dan berhitung?”. “tidak kak”. “lalu terakhir kalian sekolah, kelas
berapa?”. “ kelas 2 SD kak”. “Kakak mengapa nanya seperti itu kepada kita? Memangnya
kakak bisa bantu kami? Jika kakak hanya ingin menghina kami, lebih baik kakak
pergi saja”, sambung salah seorang anak bertubuh besar diantara mereka. “Tidak
dik! Kakak malah ingin membantu”, jawabku. Ucapan itu keluar dari mulutku tanpa
ku pikir sebelumnya. “dimana Kakak dapat menemui kalian lagi?”, sambungku. “Dihalte
Bus seberang tempat biasa kita mengamen dan berjualan koran kak, kami setiap
siang selalu disana.” jawab seorang anak. “Okelah, minggu depan Kakak
akan menemui kalian lagi disana ya, tapi sekitar jam 3 sore bisa
tidak? Kakak baru pulang dari kampus jam 3”, ujarku. “ “Iya kak, bisa!”
saut anak itu. “Oiya, nama kalian siapa?” tanyaku. “aku Raka, ini Dana, yang
gendut Tono, dia Fita, dan itu Dani”, jawab Raka. “Sip, kakak pulang dulu ya”. Aku pun pergi meninggalkan mereka.
Diperjalannan, aku terus memikirkan tentang kisah kehidupan mereka dan
membandingkannya dengan kehidupanku yang serba cukup malah lebih dari ini. Dan aku
menyadari bahwa menjalani hidup serba kekurangan itu sangat sulit dan tidak
mudah mereka lalui. Dan tidak seharusnya aku berpikir bahwa pengamen-pengamen
yang tadi datang di rumah makan itu pekerjaan yang tidak halal atau yang
dilakukan itu rendah.
Setelah
aku sampai dirumah, aku langsung menemui kedua Orang Tua aku dan menceritakan
kejadian tadi. Aku menceritakan semuanya yang aku lihat di kampus dan saat aku
pulang tadi. Dan lumayan lama aku membicarakannya, aku berniat untuk membantu
anak-anak jalanan tadi untuk belajar
bersama dan Orang Tua ku pun setuju memperbolehkan aku untuk mengajarkan mereka
belajar.
Hari
pun telah berganti dan tak terasa minggu setelah kejadian itu pun tiba. Lalu aku
menemui mereka di halte bus tempat biasa mereka mencari penghasilan. Dari kejauhan,
aku melihat Raka dan kawan-kawannya merasa kelelahan selama siang hari ini
mereka mengamen dan menjualkan Koran-koran dibawah panasnya terik matahari saat
itu. Aku langsung menghampiri mereka di halte seberang dan menyaut “Hai
adik-adik apa kabar kalian?” kataku. “baik-baik saja kok kak”, jawab Raka. “sepertinya
kalian terlihat sangat lelah ya? Kalian laper tidak? Kakak ingin mengajak
kalian makan ayam goreng sebelum mengajak kalian belajar, mau tidak??” tanyaku.
“Mauuuuuuu” teriak mereka dengan serentak. “Oke, setelah itu kita belajar ya”
ujarku.
Setelah
selesai makan, aku mengajak mereka ke suatu tempat yaitu Perpustakaan Daerah
untuk mengajarkan mereka belajar dan mereka bisa melihat buku yang didalamnya
terdapat banyak gambar. Melihat mereka yang semangat ingin belajar, memotivasi
ku untuk tidak menyerah menimba ilmu di perkuliahan saat ini aku jalani dan
mengajarkan mereka belajar sampai mereka pintar nantinya. Mengajarkan mereka
dapat membaca, menulis, dan menghitung seperti anak-anak seusia mereka saat
ini. Tak terasa waktu sudah sore, belajar kami hentikan dan dilanjutkan dihari
selanjutnya. Dan aku mengantarkan mereka pulang kerumah mereka masing-masing. Mereka
tinggal
di lingkungan padat penduduk, dengan sampah berserakkan dimana-mana. Banyak
anak jalanan dan para pengemis tinggal disana. Aku masih memikirkan bagaimana
cara membuat mereka dapat membaca dan menghitung seperti anak-anak normal
seusia mereka. Menjelang magrib aku pun pulang dan menceritakan semua yang ku
lihat tadi kepada kedua Orang Tua ku.
Seiring berjalannya waktu, aku berhasil
mengajarkan mereka membaca, menulis, dan berhitung. Dan sekarang mereka pun
bisa membaca, menulis, dan berhitung seperti anak-anak normal seusia mereks dan
akhirnta menjadi pintar. Aku sangat senang dan merasa sangat berguna bisa
membantu mereka belajar hingga pintar saat ini. Aku mengerti bahwa para anak
jalanan juga butuh membaca, karena dengan membaca mereka mendapatkan informasi
dari media cetak yang mereka jual. Mereka juga butuh berkomunikasi dengan yang
lain, menggunakan perantara musik yang mereka mainkan. Mereka juga ingin
seperti kita, mendapatkan pendidikan yang layak tetapi belum mendapatkan
kesempatan seperti yang kita miliki saat ini. Maka bersyukurlah, berpikirlah
bahwa apa yang kita miliki, belum tentu orang lain bisa memilikinya dan
merasakan sama seperti yang kita rasakan.